Pages

3.15.2014

[review] supernova: kesatria, putri, dan bintang jatuh

Karena udah kelamaan ngebule di internet dan nulis pake cas-cis-cus, aku memutuskan untuk lebih banyak baca buku bahasa Indonesia. Dengan alasan yang mulia: pengen jadi penulis novel bahasa Indonesia. Eaaak. Pake bahasa Inggris susah diterbitkan soalnya =))

Pilihan pun jatuh pada serial Supernova. Ada empat buku dalam serial ini: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh (KPBJ), Akar, Petir, dan Partikel. Buku pertamanya, KPBJ ternyata nangkring di rak buku Ibu waktu aku iseng ngeliat, dan langsung kucomot tanpa bilang-bilang. 

Kalau dibaca sekilas, keempat novel ini gak kelihatan berhubungan (kecuali endingnya Partikel). Ceritanya mirip-mirip sih, iya. Para tokoh utamanya, manusia-manusia tak biasa yang mengalami kejadian-kejadian tak biasa, atau manusia biasa yang dihadapkan dengan situasi yang luar biasa. Tapi yang menghubungkan mereka adalah Supernova, entitas mahatahu yang bijak dan misterius, yang selalu hadir dan menemukan para tokoh utama yang budiman dengan suratnya yang kriptik. Ia hanya jadi tokoh betulan di buku pertama, sebagai juru selamat yang nongkrongnya di internet. Di buku-buku selanjutnya, dia hanya muncul sedikit-sedikit. Iya dong, biar misterius.

Di antara empat bersaudara ini, KPBJ-lah yang paling beda sendiri. Judulnya lebih panjang (nenek-nenek ompong juga tau) dan nggak cocok disandingkan dengan judul-judul pendek nan elegan seperti 'Partikel'. Ceritanya, sepasang cowok gay yang pengen bikin novel berdasarkan dongeng lama dan segenggam teori-teori sains yang dikemas dalam bentuk chicklit masa kini. Ceritanya tentang cinta segitiga antara seorang direktur muda ganteng dengan wartawan yang sudah bersuami. Plot yang klasik banget, ya kan.

Tapi ternyata nggak begitu. Dee punya kemampuan mengubah yang biasa menjadi nggak biasa. Apa yang awalnya terlihat seperti cerita cinta segitiga biasa berkembang menjadi sesuatu yang kompleks dan nggak terduga. Hal yang sama dilakukan di Perahu Kertas, novel romance biasa yang akhirnya bisa ketebak, sedikit-sedikit, tapi sangat menyenangkan (dan bikin nyesek) untuk dibaca. Aku juga suka stigma-stigma masyarakat yang dilawan dalam novel ini. Biasanya yang gay dianggap hina dan menjijikkan, ya, mereka sama aja kayak pasangan-pasangan lainnya! Malahan Ruben dan Dhimas lebih aktif berdiskusi dan berkarya bersama. Lalu, gak semua PSK itu murahan dan tidak tahu adat. Awalnya kukira Diva, si tokoh PSK dimasukkan demi bumbu drama saja. Ternyata Diva berada di level spiritualitas dan intelektualitas yang jauh lebih tinggi daripada kita. Prinsipnya, lebih baik melacurkan badan daripada melacurkan pikiran dan idealisme, bekerja seperti robot setiap harinya. Dia langsung naik gaji dari tokoh yang saya pandang sebelah mata jadi tokoh favorit. Aku juga tokoh lainnya, Ale, yang sebenernya bukan bagian besar dari cerita, selalu jadi angin segar dengan dialognya yang gak diduga dan kocak padahal situasinya di ujung tanduk.

Dee nggak sembarangan meneliti teori-teori sebagai dasar novelnya, dan itu keren banget. Kadang saya yang baru baca sebentar harus menaruh bukunya dan tiduran sebentar biar gak pusing (ada alasannya kenapa saya masuk jurusan sosial). Justru itu yang menurut saya jadi kelemahannya, kadang teori-teori itu dikeluarkan terlalu banyak dan tidak pada tempatnya sehingga kelihatannya jadi agak diumbar-umbar. Meskipun teorinya keluar dari mulut Ruben, bukan mulut Dee. Ruben kalo ada di dunia nyata bakal jadi temen nonton di bioskop yang nyerocos melulu, sibuk menganalisis semuanya, padahal kita baru nonton film itu, sementara dia udah khatam tiga kali.

Sejauh ini, teori yang berhasil aku ngerti adalah teori order dan chaos. Order dan chaos itu tidak bisa dipisahkan, dalam order pun masih ada chaos. Ada yin, ada yang. Kedua, teori gelombang nonlokal, bahwa semua di dunia ini berhubungan, entah gimana caranya. Seperti jaring laba-laba--analogi yang digunakan Supernova, yang bisa kita lihat di cover cetakan baru. Teori yang kembali mengingatkanku sama Perahu Kertas (yeah maap aku suka banget buku itu soalnya HAHA), ketika ternyata Kugy, Keenan, Remy, dan Luhde saling berhubungan, saling mengenal. Memang artian 'saling berhubungan' yang dimaksud berbeda, tapi aku cuma pengen bilang kalo 'saling berhubungan' sepertinya adalah tema yang disukai Dee.

Lalu, teori bifurkasi alias percabangan. Bifurkasi membuat keadaan yang seimbang jadi chaos-chaos dikit, dan hal ini bisa menghancurkan keadaan atau justru membuat keadaan lebih baik. Tergantung jalan mana yang kita pilih. Pilihan kitalah yang menentukan.

Pilihan.

Menyadari hal itu, rasanya nyesss... banget. Pilihan kita yang menentukan. Menentukan apa? Menentukan apa aja. Segalanya. Bayangin kalau setiap pilihan yang kamu buat di hidup ini diubah. Atau, kamu nggak memilih sama sekali. Semua pasti akan berbeda. Yang membuat manusia berarti adalah pilihannya. Kalau kamu merasa tidak berarti, rendah diri, merasa bahwa dirimu cuma titik absurd yang bisa dihilangkan atau digantikan kapan saja, buku ini sangat kurekomendasikan.

Secara pribadi, aku, yang lebih mencari plot misteri dan fiksi ketimbang filosofi dan sains, kurang begitu suka buku ini. Berat di teori, seperti yang sudah kubilang. Tapi lumayan banget untuk karya pertama Dee sebagai seorang penulis. Tenang, buku-buku selanjutnya bakalan lebih ringan dan mudah dicerna. Buku ini juga penting untuk dibaca bagi sesama pencari jalan cerita. Plot twist-nya buatku cukup menantang, dan endingnya bikin merenung banget. Selain itu, di buku inilah misteri Supernova bermula.

Sudah baca buku ini? Ayo dishare buah pikirannya :D merasa hina ya, mengemis komentar...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

asik juga review lo.. jadi ngiri, kesel sama diri sendiri, masak seusia lo udah bikin tulisan yang keren kayak gini. sedangkan gue? masih aja tulisan dan ide2 ini ngawang di kepala, susah dimuntahin dan membentk kata demi kata. padahal udah lebih dari 7 tahun sejak seorang penulis anonim menasihati gue untuk menulis dimanapun dan dengan media apapun, "kata orang, kertas rokokpun aku tulis" nasihat dia ke gue