Pages

9.20.2012

Iiiimajinasiii.



Pagi itu hari sekolah biasa. Aku udah berapa menit dateng, ngobrol-ngobrol bentar, terus duduk gak jelas di tempat dudukku yang paling belakang. Kemudian temen sebangkuku nongol terus duduk di sebelahku.

"Din, tadi kan waktu naik ojek ke sini aku berimajinasi dulu," katanya begitu.

"Berimajinasi gimana?"

Terus dia mulai mendongeng. Tapi karena aku nggak tahu apa-apa soal jejepangan dan punya daya ingat pendek (bahasa keren untuk pikun), jadi versi pendeknya:

"Jadi ceritanya aku sekolah di Jepang. Terus aku mau perkenalan. Ada bahasa Jepang perkenalan buat cewek sama cowok, tapi aku ga sengaja pake bahasa Jepang yang cowok. Terus satu kelas diem ngeliatin aku semua. Terus aku mau jalan ke tempat dudukku, tapi kesandung bangku."

"Waktu istirahat, aku mau pergi ke kantin. Dan semua orang ngeliatin aku! Ternyata aku udah terkenal sebagai orang aneh disana. Akhirnya aku makan di atap aja, tempat perlindungan paling aman. Din, lima belas menit aja aku udah bisa bikin jalan cerita sampe segitu."

Aku cuma bisa ngakak. Karena kemungkinan terbesar itu yang bakal terjadi kalau dia sekolah di Jepang.

Temenku itu emang pribadi yang unik. Dia terobsesi banget sama anime dan manga, dan hal-hal Jepang lainnya. Kalo dari luar sih mungkin emang kelihatannya dia "aneh", karena suka fangirling sendiri tiba-tiba, tapi jangan ketipu karena dibalik dirinya yang aneh, cara pikirnya beda dari yang lain. Selalu kritis dan bisa berpikir dalam. Kadang-kadang kita lagi ngobrolin apa, dan spontan dia ngomong sesuatu yang quotable banget. Misalnya, "Setiap manusia itu pintar. Tapi setiap manusia juga bodoh. Tergantung mana yang mau diperbesar, bodohnya atau pintarnya."

Tapi imajinasi itu bikin aku jadi mikir. Karena udah lama aku nggak berimajinasi lagi, kecuali berimajinasi tentang hal-hal gaje dan memalukan yang pastinya ga bakal aku tulis disini. 

Dulu aku sering banget berimajinasi. Kemaren waktu aku pindah kamar, aku beres-beres buku tulis-buku tulis gaje yang berantakan, terus aku baca dan ternyata banyak cerpen-cerpen gak jelas yang aku bikin waktu aku masih kecil. Cerpen-cerpen itu lumayan keren sih. Sebenernya gak jauh beda sama kumpulan cerpen di KKPK, makanya aku pikir kenapa dulu ga pernah diterbitin, ya? Aku ngelanjutin baca, dan ternyata dari semua cerpen itu belum ada yang selesai sama sekali. Huahaha. Ternyata aku udah procrastinator dari dulu ya.

Karena imajinasi itulah yang bikin kita tetap hidup, tetap bernafas, dan terhibur. Mungkin dunia ini ngebosenin, mungkin kita capek hidup di rutinitas yang gitu-gitu doang. Sedikit plot twist di hari-hari kita bisa aja membuatnya jadi lebih ajaib.

Tapi akhir-akhir ini aku jadi jarang berimajinasi. Kenapa ya? Mungkin karena kurikulum sekolah membatasi kita untuk jadi bebas. Mungkin karena aku bersekolah setiap hari, aku jadi terbiasa berpikir kaku seperti apa yang dibiasakan oleh sekolah umum. Aku kurang suka sama kurikulum sekolah yang sekarang, yang lebih mementingkan nilai dan pencitraan sekolah daripada apakah cara mendidiknya udah bener atau belum. Well, itu cuma pandanganku doang, atau mungkin cuma sekolahku doang yang gitu haha. Meskipun sekolahku sebenernya bagus dan aku mestinya bersyukur.

Daaan btw! Aku kangen banget nulis disini. Karena mungkin aku sibuk sekolah dan melakukan hal-hal gaje lainnya, dan aku nulis blog tergantung mood-moodan dan inspirasi. Dan siapa juga yang nungguin aku nulis blog, perasaan blog aku sepi-sepi aja :) tapi gapapalah. 

Ohiya hari ini pilkada Jakarta ya? Selamat mencoblos, kawan-kawan! Semoga ga salah pilih yaa. Semoga Jakarta bisa lebih baik dari hari ini, semoga Jakarta ga macet lagi, semoga gubernur yang baru bisa mengurangi kemiskinan di Jakarta amiin. :D

9.02.2012

Celoteh si Jingga - Review!

Beberapa minggu yang lalu, waktu masih libur puasa, time turner mana time turner Om Rico ngedatengin aku terus bilang "Din, baca deh bukunya bagus." Om Rico nyodorin sebuah buku ke aku. Aku oh-oh aja karena masih ribet sama lontongnya, tapi lama-lama aku penasaran juga.

Celoteh si Jingga oleh Ivy Londa. notice my new room though.

Buku ini isinya curcolan kak Ivy Londa, tapi curcolnya produktif. Disini dia menceritakan kepeduliannya tentang masyarakat dan lingkungan, perjalanan mencari Tuhan jadi figuran di PPT yaa? hal-hal tentang keluarga yang aku ga pernah perhatiin, dan tentang mimpi dan idealisme. Beberapa emang lumayan pribadi, tapi tetep menginspirasi.

Buku ini banyak ngebahas tentang pertanyaan-pertanyaan yang ga kejawab di kepalaku. Tentang nasib negara ini. Tentang orang-orang di sekitar kita. Tentang perasaan dan hidup yang emang sepele, tapi bikin penasaran terus-terusan. Setelah ngebaca buku ini, pertanyaan-pertanyaan itu masih nggak kejawab. Mungkin kita bakal menemukan diri kita tiduran di kasur, menatap langit-langit kamar, berusaha mencerna isi buku tadi.

Ada beberapa buku yang begitu halaman terakhir ditutup, ceritanya selesai. Kita cuma bisa mikir "wah seru banget ceritanya" atau mungkin malah "anjir buku apaan tuh. untung buku pinjeman." (pengalaman pribadi). Tapi gak dengan buku ini. Setelah selesai ngebaca, aku masih sedikit ga ngerti dan berusaha mendiskusikan isi buku itu di kepalaku. Tapi itu cuma menimbulkan pertanyaan baru, yang masing-masing akan menimbulkan pertanyaan baru, yang akan terus beranak pinak kayak kucing tetangga. Yang penting buku ini ngebikin kita berpikir dan menjadi kreatif. Begitu paham, aku ngerasa terinspirasi banget. Kaya brainfreeze gitu. Tiba-tiba wuzzz ada sesuatu yang nyerang otakku terus aku ngerasa pengen nulis, pengen melakukan sesuatu untuk bangsa, pengen lari-lari di lapangan, pengen nyanyi di kamar mandi, atau nulis racauan nggak jelas ini.

Ada bagian-bagian dimana aku ngerasa jleb juga sih. Kadang-kadang aku ngerasa berbeda sama temen-temen sekelasku. Pernah lain waktu lagi, aku ngerasa capek dan bosen menghidupi rutinitas yang sama terus-menerus. Atau karena harus selalu memakai topeng, yang cuma sesekali bisa dibuka di hadapan temen-temenku yang sebenarnya karena kebanyakan orang nggak bisa menerimaku ketika mereka menatap wajahku yang sebenarnya.

Bisa nggak sih ada sesuatu yang heboh sesekali di hidupku? Lalu aku berhenti berharap sebelum keinginanku jadi nyata. Pertama, karena aku inget di film Tokyo Magnitude, si tokoh utama juga berharap kayak gitu, detik kemudian Tokyo langsung diguncang gempa. Kedua, karena ngebaca bab Kromatik, yang bikin aku pengen ketawa sendiri entah kenapa, "Hahaha, ini gue banget!"

Hidup bukan tentang membuat matahari terbit di barat, tapi ini tentang menceritakan sebuah keajaiban pada matahari yang terbit dari timur. Bukan memaksa matahari untuk merangkak terbalik, tetapi bagaimana kau menceritakan tentang kisah mentari yang terbit dari timur dengan caramu sendiri, sehingga orang-orang berhenti dan mendengarkan kisahmu.

Kayak Kak Dea dan Salamatahari yang pernah aku tulis disini (kecuali Kak Dea tulisannya lebih imajinatif dan ceria, Coretan si Jingga lebih filosofis), semuanya balik lagi ke hal-hal kecil yang sering kali nggak kelihatan sama mata kita. Melihat aja ga cukup sebenarnya, kita harus bener-bener merhatiin sampe otak kita dipenuhi suara "KENAPA? KENAPA? KENAPA?" yang berulang-ulang kaya alarm rusak. Terus kita bakal jadi resah dan menulis untuk menyelidikinya. Atau cuma sekadar pengen cerita doang.

Tapi kayaknya aku masih belom punya mata yang memerhatikan sekeliling, atau otak yang cukup aktif untuk terus-terusan bertanya kenapa. Ngejaga barang-barang sendiri aja masih susah. Botol minumku yang Rubbermaid hilaaaaang. Buku Luna-ku juga. Mukenaku juga, tapi udah ketemu lagi di lemari sapu kelas. Oke malah curcol.

Yang aku kagum dari Kak Ivy/Jingga, karena kakak itu berani. Berani karena benar. Ikut berdemo Aksi untuk Iklim di HI. Keluar dari SMA karena nggak mau menghafalkan kalimat-kalimat yang cuma gitu doang--bukan belajar beneran. Berani menyuarakan pendapatnya di antara temen-temennya, meski artinya berbeda sendiri. Berani mengemukakan pendapatnya. Dan berani bermimpi! Dan semoga mimpinya bisa terwujud.

Dadah :D

HA MIN EMPAT KAWAN KAWAN INGAT HA MIN EMPAT