Pages

10.28.2011

[x]


There are couples everywhere
with chocolates to share
the singles are screaming 
"WORLD ISN'T FAIR!!!"
I give them a glare
here I am, single and sitting in a damn chair
I have no chocolates to share
Then why should I care?


Well...... this should be a Valentine poem LOL. Mungkin mesti di repost lagi waktu Valentine.

Hai. Setelah sekian lama vakum posting akhirnya ngepost lagi. Nggak tau, apakah aku bosen atau gimana. Aku sendiri juga gatau. Mungkin lebih sibuk di real world. (mencoba) Belajar, atau lebih aktif bergaul (LOOOLLL). Dan sekarang akan (mencoba) posting lebih sering lagi. Itu kalo berhasil ...

10.14.2011

...

It’s crazy to think that in this very second right now. Someone’s dying. Someone’s cheating on their wife. Someone’s writing a suicide note. Someone just lost their daughter. Someone just got diagnosed with cancer. Someone just got in a car accident. Someone’s pregnant. Someone did cocaine for the first time. Someone just got raped. Someone took another person’s life. Someone hasn’t talked to their dad in years. Someone’s abusing their spouse. Someone’s signing divorce papers. Someone killed themselves. Right there. In that very second, all of that happened somewhere out there in the world. [x]

10.06.2011

Dear Math

[x]




Dear Math, 
Why are you so boring?
You taught us about problem solving
But you still can't solve anything.


Dear Math,
Why are you searching for x on and on?
They say you should move on
Just accept the fact that she's gone.

Dear Math,
You're full of loathsome
You're not awesome
Just like some old men
Who paint their pants chrome.

Wkwk ini lebih seperti curhat ya =) aku bikin puisi ini waktu jam MTK dan atmosfernya ngantuk banget. Aku lagi nanya ke guruku dengan polosnya, "Pak, kenapa sih kalo pelajaran matematika itu saya selalu jadi ngantuk?" Dan rima di ujung-ujungnya itu paling ganyambung banget, karena kepikiran pake kata 'chrome' aja jadinya aneh banget. LOL hope you could relate.

Kericuhan Kelas IPA


[x]


Tangan mengacung ke atas
Taruhkan nyawa di atas kertas
Begitulah suasana di kelas IPA
Agungkan semboyan ‘makan atau dimakan’.

Kadang perut dapat tergetar
Menonton tarian-tarian liar
Ketika sang Hakim bangkit dari kursinya
Dunia kiamat detik itu juga.

Tawa dan air mata bercampur jadi satu
Bagai gempa dan tsunami
Jiwa yang gagal berlalu lalang
Akhiri hidup mereka
Tirukan Ayu Ting Ting menari.

Beginilah suasana kelas IPA saya sehari-hari B) cukup rame lah. Tapi yang pasti nggak pernah sepi. Kalaupun sepi itu karena gurunya lagi mood killer. Jadi guru IPA ini menerapkan hukum yang agak kejam di kelas IPA saya, yaitu ngasih presentasi tiap hari. Terus harus ada tanya jawab yang aktif tanpa melirik buku karena kita emang harus hapal materinya di luar kepala. Kalau ada yang nggak bisa jawab disuruh maju ke depan. Tapi di akhir pelajaran hukumannya adalah nari sambil joget di depan kelas. Itu bagian ramenya. Apalagi kalau guru itu udah bangkit dari kursi dan ikutan joget, perut dijamin gak bakal selamat.

Surga Kecil Milikku [puisi]

[x]


[x]


Bagai surga di puncak dunia
Menunggu untuk dijelajahi
Dinding cakrawala biru itu
Nantikan dilukis oleh mimpi-mimpi itu

Kubayangkan seperti apa rasanya
Hidup di permadani hijau itu?
Apakah cahaya menyala itu
kan ada di sampingku setiap malam?

Kukayuh sepeda semakin ke atas
Baringkan diri di bawah akar-akar kenari
Menatap langit tanpa batas
Miliki keyakinan dalam sanubari.

Ini waktu di Bandung di rumah Dhania. Di belakang kompleks ada tanah kosong, dari sana bisa ngeliat pemandangan macem-macem ke bawah, emang agak tinggi sih. Dan ngeliat pemandangan itu rasanya pengen lari-lari jumpalitan tidur-tiduran di rumput teriak-teriak sekenceng-kencengnya. Sayangnya nggak kesampaian sih ._. tapi waktu malam tahun baru kita sepedaan ke sana terus keliatan kembang api dari bawah. Indah banget. Life's good.

Balada Lari Kepiting [puisi]


[x]


Berlari kencang bagai kuda
Berlari miring bagai kepiting
Sentuhlah garis putih di ujung
Dan kembali lagi ke sana.

Dua belas, tiga belas, napasku memburu
Kuayunkan kakiku semakin kencang
Tali sepatu yang lepas tak buat ku ragu
Tetap saja kulari terpincang-pincang

Di atas tali sepatuku ku melangkah
Oh! Dunia serasa berputar!
Lalu aku terduduk
Temukan lututku sudah berdarah.

LOL ini sebenernya pengalaman pribadi ya xD jadi waktu itu pelajaran penjaskes, yang disuruh ngestep atau gimana gitu, pokoknya lari miring dari ujung, nyentuh garis, terus lari miring balik lagi. Berkali-kali sampai disuruh stop. Nginjek tali sepatuku yang copot terus jatoh deh. Kaya orang jatuh biasa aja sih. Jatuh terus korengan gitu. *tutup blog* 

8.28.2011

Ini asramamu, apa asramamu?

Lebaran tinggal 2 hari lagiii :D Tapi masih ada perasaan galau. Galau banget nananananana. Bukan galau garagara cowok. Dan yang jelas bukan galau garagara Courtney dieliminasi (btw Courtney akhirnya dipanggil lagi kok masuk terus sampe top 5). Tapi garagara sebuah makhluk bernama Pottermore. Apa itu Pottermore bisa dibaca lebih jelas disini

Jadiii untuk bisa mengakses Pottermore itu dibutuhkan sebuah senjata rahasia bernama Welcome Email. Karena Pottermore itu baru website Beta, jadi nggak bisa menampung seluruh murid Hogwarts yang online bersamaan. Jadi mereka ngirim Welcome Emailnya sedikit-sedikit dulu. Masalahnya, penyihir-penyihir termasuk saya udah pada kebelet pengen ke Hogwarts. Jadi protes bermunculan dimana-mana, terutama Tumblr, tempat penampungan penyihir yang belum keterima. Kalau udah keterima, bisa dijamin khalayak Tumblr tumpah ke Pottermore semua.

Udah bilang belom tadi? Aku belum dapet WE. Sedihnyaaa :"( kayanya McGonagall ngirimnya via Errol jadi telat nyampe. Sementara HP accounts yang kufollow di Twitter sama Tumblr udah ngomongin enaknya Pottermore aja. Sumpah hidup ini gaadil bangettt #eaa. Serasa jadi squib taugak. Kalau aku gak pernah dapet emailnya gimana? Terpaksa masuk lewat jalur normal yang baru dibuka Oktober. Fyi, I hate normal.

Tapi buat yang udah disort masih aja ngomel. Soalnya kebanyakan ngerasa kalo asrama mereka nggak sesuai dengan kepribadian mereka, yang mereka rasain selama ini. Misalnya, dari dulu aku ngerasa aku ini Ravenclaw, tapi gimana kalo misalnya aku masuk Slytherin..........jadi aneh gimana gitu -__- temenku ada yang pengennya Hufflepuff tapi masuk Ravenclaw. Di Twitter ada yang ngetweet kalo gasalah "Pottermore: an online website that forces thousands to question their very identity and some to mourn that their entire life had been a lie." Uh, that’s quite true, actually.

Aku selama ini ngerasa masuk Ravenpuff, Ravenclaw-Hufflepuff. Katanya sih ada dua tipe Ravenclaw, Dreamer dan Cynic. Dreamer itu yang kreatif dan imajinatif kaya Luna, sementara Cynic itu... yang biasanya juara olimpiade dan disiplinnya tinggi. Survei membuktikan #AHEEE aku masuk Ravenclaw Dreamer, soalnya aku rada pinter *ahem*, kreatif, dan imajinasinya tinggi. Kadang aku memaksakan diriku berpikir pakai logika ... meskipun kadang gak berhasil. Biru juga warna kesukaanku sih. Yang pasti, beberapa kali nyobain Sorting Hat online, aku masuknya ke Ravenclaw. Meskipun tes kayak gitu nggak akurat banget sih, masih bisa pake jawaban tipuan.

Yang kedua, Hufflepuff, merupakan asrama paling kontroversial #AHEEE versi saya di Hogwarts. Karena Hapel merupakan asrama yang kurang dominan di Harry Potter, contohnya tokoh-tokoh penting dari Hufflepuff nggak banyak di Harry Potter. Yang paling menonjol itu Cerdric Diggory sama Nymphadora Tonks. Juga disebut-sebut sebagai asrama yang terlupakan. Banyak orang yang gamau masuk sini, malah lebih memilih Slytherin daripada Hapel. Sebenernya mengatakan bahwa diri sendiri masuk Hufflepuff itu rada setengah hati sih aku kan gasuka warna kuning. Tapi saya sadar kalau itu sifat saya sebenernya. Saya lumayan setiakawan (meskipun jarang disetiakawanin balik), (terlalu) jujur, dan nggak pernah pilih-pilih temen. Kadang terkesan ‘nerimo’ banget, pendiam, lebih banyak memendam perasaan, dan jarang mau nyakitin perasaan orang lain. Dan keliatan kalo disini saya paling gampang ditipu *eh.

Di sini kayanya Hufflepuff sama Ravenclaw itu sedikit bertentangan, ya. Hufflepuff merasa dirinya benar, dibantah sama Ravenclaw, tapi Hufflepuff gak hobi berantem jadi dibiarin aja. Iya, emang sering mendebatkan hal nggak penting di dalam kepala -___- dan punya dua sisi asrama itu kadang berguna, lho. Misalnya kadang Hufflepuff terlalu baik sama orang lain, tapi sisi Ravenclaw memaksanya berpikir logis. Sementara kadang Ravenclaw sotoy, tapi gajadi sotoy karena dicegah Hufflepuff. And so on, lah.

Nemu di Tumblr, lagi. Gatau kenapa sih tapi kayanya rincian house masing-masing disini itu lebih mendetail dan yang paling mendekati akurat. Yep, keliatan banget aku Ravenpuff-nya disini. Silakan tentukan sendiri Anda mau masuk asrama mana :) ini asramaku, apa asramamu?

[x]


Hogwarts House Psychoanalysis
Gryffindor
True Gryffindors have a very strong sense of what is right and what is wrong, and this is a part of what gives them such strong opinions. Depending on the person, this may be taken to a Borderline degree, and they may see people as either good or evil, not in between and no chance of redemption for those on the darker sides of things. Alternately, Gryffindors may see all people as being initially good, and only making the wrong choices take the down the wrong road. Both of these behaviours are why Gryffindors and Slytherins can easily clash. Gryffindors are usually incredibly intelligent, but they tend to be slackers, more focused on getting a taste of something new than sticking to responsibility. This can be their downfall from success, or quite the opposite, bringing them a rise up into something they love. Once they find their true place in the world, Gryffindors will often use their accomplishments to the benefit of others in some form or fashion. Actors, singers and athletes can often be classified as Gryffindors. Despite their good intentions, they can also quite often be ill-tempered and overly emotional, which is their Achilles’ Heel in most instances. A darker Gryffindor may become out of control because of this, hurting those they love or holding a grudge for many years.

Hufflepuff
Essentially, Hufflepuffs see the world and their people as ultimately good, and only the darkness of the inevitable turning them away from what they think is right. Because of this, they tend to treat everyone fairly and with sympathy, trying to put themselves in the other person’s shoes before judging them, if they judge them at all. Hufflepuffs are almost always maternal or paternal types, ready to take care of anyone who may come to them. They are dedicated to what they do, and are very focused on making sure everything is done properly, leaving no room for error. Mostly, Hufflepuffs think what they do is right, and Ravenclaws who doubt them may annoy them, but Hufflepuffs hate conflict, so they tend to ignore their irritation. Hufflepuffs are very passive aggressive, doing little things subconsciously when someone makes them angry. This is usually the farthest they will go so far as revenge, as they rarely want to participate in any form of violence. Hufflepuffs are healers in nature, wishing to care to the needs of others. Many nurses, cooks, teachers or counselors are Hufflepuffs.

Ravenclaw
Intelligent and insightful, Ravenclaws are not ones to classify people under any certain category. Instead they often ponder on humanity, what is good, what is evil and why we should classify people as one or the other. Ravenclaws are very philosophical, and often you may see them simply staring off into space, but this is not in some brainless manner, in fact they are exploring the gears of their mind and trying to figure out how the world works. Ravenclaws are focused on their work, but they often don’t need effort. They tend to pick up on every detail and remember it without even trying, something that others may be skeptical of or be jealous of. This can give some a sense of superiority and the idea they should tell everyone the right way to do something, which can easily make others, especially nervous Hufflepuffs or emotional Gryffindors, very irritated. Ravenclaws are very analytic, and this can be very good or very bad. For the kind-hearted this will be a way to help others, for the dark they can use this to twist and manipulate. Ravenclaws are not every emotional, instead they tend to put up a wall and not let anyone in except for perhaps their closest friends or family. Instead they pick at the minds of others, trying to figure out how they work and to see if they themselves are different, or just the same as everyone else. Psychologists, professors and investigators are often Ravenclaws. 

Slytherin
Slytherins have a more cynical view on the world, and believe that there is darkness in the hearts of all, some are just unwilling to accept it. They think anyone who doesn’t realize this is naive or perhaps even stupid, and because of this they can easily clash with Gryffindors or laugh at Hufflepuffs. This said, Slytherins are absolutely in no way evil, some are actually very good. They simply have a drive that carries their life, and if you get in their way you better watch out. Slytherins have an almost bloodthirsty craving for success, and if they don’t think they can achieve this then they can easily fall into a darker place of  self-loathing and take this out on others. Love and accomplishment are the two things that mean the most to them, and they do not understand that the need for the latter can drive away the former, and when the feeling of pride fades or they fail at something, their possible lack of something dear and close to them can hit, and when it hits it hits hard. Slytherins are very emotional, however unlike Gryffindors they very rarely show it. Instead they bottle it up, using it in other ways, some of which may be artistic. Slytherins can very easily connect to art or music. Slytherins usually pick one subject they feel for and stick with it, rather than focusing on them all. This can be an issue academically, and some Slytherins may even drop out of school, but despite this their ambition will drive them to doing something they love, or they will have a downward spiral into depression. Lawyers, doctors and artists are often Slytherins. [x]

8.27.2011

gabisa tidur part 2 ... jangan-jangan kena insomnia.





Rasanya mengantuk banget. Pengen memejamkan mata, tapi nggak bisa. Sebagian dirimu memberontak, tapi apa yang bisa kau lakukan? Nggak mungkin hanya duduk di bawah cahaya menyilaukan lampu meja, menatap kosong buku catatanmu. Terbersit sedikit rasa menyesal karena menyerah pada Aspire One biru tadi pagi, tapi aku udah nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Di sini hening, tapi di kepalaku berisik. Masing-masing suara meneriakkan apa saja yang timbul di benakku saat itu juga. Penuh dengan orang-orang meneriakiku untuk melakukan sesuatu. Kenyataannya, hanya ada dua hal yang bisa kulakukan. Sikat gigi lalu shalat, lalu tidur (eh, itu tiga hal). Atau tetap terjaga, dan membiarkan pikiranku menghantui diriku sendiri.

Yang pasti, nggak ada yang tahu besok bakal jadi kayak gimana.

Intinya? Gabisa tidur. Hasilnya? Sahur dengan mata bengkak dan bangun jam setengah 11. They said, early bird gets everything.

PS: I bite a brownie before I sleep. I brought it to my bed--usually spreads crumbles all over, but who cares.

gabisa tidur.






I love talking about future. Tentang siapa diri kamu nantinya, kayak gimana kelanjutannya. Kayak merancang Cinta Fitri season selanjutnya. Beban yang lagi kamu alami sekarang rasanya lepas. Bisa berimajinasi sebebas mungkin. Rasanya kayak tahanan Azkaban baru bebas, menghirup aroma segar masa depan. Karena apa aja bisa terjadi di masa depan. Endless possibilities.

8.25.2011

What Harry Potter Taught Me

Lagi nyelem di Tumblr, dan ada tulisan yang abis di-reblog orang lain nemplok di dashboard. Dibaca. Dihayati. Mulai nangis. #lebbeh yaudah pokoknya baca aja ya :) [x]

1997 - 2011
Harry Potter taught me that some things are worth dying for.
Ron Weasley taught me that believing in yourself is a hundred times more powerful than luck.
Hermione Granger taught me that an education is a girl’s best asset, even if it doesn’t make you many friends.
Severus Snape taught me to never, ever, ever judge someone.
Rubeus Hagrid taught me that anything can be cute with the right perspective.
Ginny Weasley taught me that bold is beautiful.
Lily Potter taught me that a mother’s love is the strongest force on earth.
Remus Lupin taught me that fear is the only thing I should be afraid of.
Dolores Umbridge taught me that education with a political agenda is a terrible, terrible thing.
Sirius Black taught me that the ones we love never truly leave us.
Albus Dumbledore taught me that good people are not always good.
Draco Malfoy taught me that bad people are not always bad.
Neville Longbottom taught me that courage is standing up for what’s right, even when you’re scared out of your mind.
Luna Lovegood taught me that weird is wonderful.
Dobby taught me that freedom is a gift.
Lucius Malfoy taught me that no amount of money, pomp, or circumstance will buy you true friends.
Fred & George Weasley taught me that sometimes all you need is a good laugh.
The Dursleys taught me that a world without imagination is a dull and dreary place.
Arthur Weasley taught me that an good sense of curiosity and a bit of obsession can be healthy.
Fleur Delacour taught me that true love is not based on appearance.
Molly Weasley taught me that a happy family is not measured in gold.
Bellatrix Lestrange taught me that hatred and prejudice rot your mind and can turn even the most beautiful person into a monster.
Kreacher taught me that if you want to get to know a man, look at how he treats his inferiors, not his equals.
Cho Chang taught me that rebound relationships almost never work.
Nymphadora Tonks taught me to love myself, no matter what I look like.
Percy Weasley taught me that, in the end, no career is worth sacrificing your family.
Sybill Trelawney taught me that you cannot change the past, only the future.
Lavender Brown taught me that physical relationships only last for so long.
Peter Pettigrew taught me that rats do not make good friends.
Nicholas Flamel taught me that to the well-prepared mind, death is but the next great adventure.
Minerva McGonagall taught me that a good cause is worth fighting for at any age.
Hedwig taught me that the love we have for our pets is very real.
Lord Voldemort taught me that a life without love is barely living.
J. K. Rowling taught me that the stories we love will always be with us.
Until the very end.



Because all was well. All is well. All will always be well.
Eh. Jadi inget 3 idiots.
Sources: Tumblr.

8.22.2011

The Terrible Fall

The night was black, the owl did call,
I stood upon the silo tall,
Never suspecting I would fall...
Thanks to the boy who bumped me.


Though frightened, I had stayed alert
No thoughtless slumberings did divert me
from my task 'till I got hurt...  
Thanks to the boy who bumped me... 

A poem by Constance Contraire on The Mysterious Benedict Society #2: Perilous Journey. I like this poem.  Very. Freaking. Much. If only my school gave me these poems to study. Instead of the boring one. Oh, I hope Constance DOES exist.

8.17.2011

Alice has grown up ...

Kemaren aku nonton Alice in Wonderland lagi, mumpung wiken. Udah yang kesekian kalinya. Meskipun cuma DVD bajakan tapi tetep keren #eh. Udah lama sih filmnya, tapi masih pengen diripiu :D stay tune!

“Down with the bloody redhead!” –Mad Hatter

Siapa yang gak kenal si Alice yang nyasar melulu kayak Dora ini sih? Kisahnya yang legendaris diawali dari bukunya Lewis Carrol ini dibikin dua versi, Alice in Wonderland sama Alice Through the Looking Glass (udah baca yang Wonderland, tapi maaf bukunya rada ngebosenin, soalnya bertele-tele banget) ini kemudian diangkat ke dalam versi kartun, yang udah jadi trademark si Alice berambut pirang dan pinafore biru-putih. Ada juga film orangnya yang Alice Through the Looking Glass, cuma lupa itu yang mana.

Alice kartun


Kalau Alice yang ini dibikin sama Tim Burton (iya saya demen banget filmnya Tim Burton, bagus-bagus sih), ceritanya agak lain. Settingnya 13 tahun sesudah cerita klasiknya. Dia udah lupa sama kejadian di Wonderland itu, tapi masih sering bermimpi tentang itu. Alice jadi gampang teralihkan perhatiannya sejak kejadian itu. Dia juga masih percaya sama hal-hal mustahil yang ditemuinya di Wonderland, dan daya imajinasinya yang tinggi bikin dia dibilang anak aneh.

Di film ini ceritanya ibunya adalah bangsawan, yang menjodohkan dia sama anaknya teman bisnis almarhum bapaknya (hayoloh bingung XP). Tapi dia justru kabur dari acara tunangannya sendiri demi mengikuti White Rabbit yang muncul di pesta tunangannya. Masih inget kan White Rabbit yang juga ada di versi kartunnya Alice? Si Alice ini ngikutin si kelinci terus, sampai-sampai dia masuk ke lubang. Cara dia masuk ke Wonderland-nya juga sama dengan yang di buku, minum ramuan penyusut dan kue yang kayaknya kebanyakan baking powder.

Akhirnya Alice kembali ke tempat yang selama ini dia kira cuma ada di mimpinya. Dia ditakdirkan untuk membunuh Jabberwocky, naga milik Red Queen yang punya slogan “Off with his head!” ini. Tapi makhluk-makhluk Wonderland masih memperdebatkan apakah dia Alice yang asli atau nggak. Alice pun masih bingung sendiri itu mimpi atau nyata, kalau itu mimpi kok dicubit-cubit dia nggak bangun, kalaupun itu nyata it’s too weird to be true.

Dia ketemu lagi sama Mad Hatter, teman minum teh lamanya. Aku paling suka adegan minum teh, seru ehehe. Dan temen-temennya Hatter juga gila-gila kayak Mad Rabbit dan Dorm Mouse. Seru kali ya punya temen kayak Hatter.


Nonton ceritanya Alice jadi berkaca sama kehidupan sendiri. Jadi Alice itu nggak pernah melaksanakan kemauannya sendiri. Sejak lahir, dia udah dijodohkan sama Hamish, anak temen bisnis papanya, yang aneh dan punya masalah pencernaan. Biasanya kan bangsawan Inggris nggak bisa nolak kalau udah dijodohin, demi kehormatan keluarganya. Waktu dia masuk ke lubang Wonderland, semua orang punya memperdebatkan Alice itu yang sama atau nggak dengan yang mengunjungi Wonderland 13 tahun lalu. Sementara Alice bingung dan nggak tahu apa yang terjadi.

Semua orang mengharapkan Alice membunuh Jabberwocky, karena sudah ditakdirkan begitu. Alice-nya bingung dong, seumur hidup gak pernah motong ayam, apalagi membunuh naga. Semua orang menganggap diri mereka paling tahu jalan terbaik buat Alice, tanpa nanya orangnya sendiri. Di waktu dia mesti pergi ke istana White Queen, dia ngeyel demi menyelamatkan Mad Hatter. Ini mimpinya dia kok, kenapa orang lain jadi malah yang ngatur-ngatur?

Ujung-ujungnya Alice rela membunuh Jabberwocky karena teror Red Queen emang udah parah banget. Tapi itu murni karena kemauannya Alice sendiri. Bahkan White Queen pun bilang “Don’t live to please others.”

Menurutku boleh aja sih melakukan keinginan orang lain sekali-kali, tapi jangan lupakan diri sendiri.

Masih terharu dengan caranya Alice mengorbankan diri ke Red Queen demi menyelamatkan Mad Hatter. Setia kawan banget :”)

Satu lagi yang aku suka dari film ini, kostum dan pemainnya. 
di pesta tunangannya
 
begitu masuk Wonderland

kiri: waktu di istana Red Queen kanan: di tea party-nya Mad Hatter
terakhir ... waktu dia akhirnya meneruskan bisnis ayahnya keliling dunia

Di sepanjang cerita karena Alice membesar dan mengecil melulu, bajunya selalu ganti-ganti. Lucu-lucu banget. Jempol buat desainernya, Colleen Atwood. Coba kalo boleh dibawa pulang satu. Mauuu :3

Pemainnya juga keren-keren. Aku suka aktingnya Johnny Depp jadi Mad Hatter. He is completely mad!! Helena Bonham Carter juga keren. Setelah jadi teror kedua setelah Voldemort bagi umat-umat sihir, aktingnya sebagai ratu yang nyebelin banget, animal abuser, tapi tetep memberikan kesan kocak, sukses banget deh pokoknya.

Ciao. Puasanya yang lancar yah~